PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN RAKYAT
Nama : Andyka Syapri
Kelas : 3EA19
NPM : 11214181
JURNAL EKONOMI ISSN:
2302-7169 VOL. 1 NO. 1 September-Desember 2012
PERAN KOPERASI DALAM
PENGEMBANGAN
PEREKONOMIAN RAKYAT
Oleh: Heriyono, SE.,
M.Si.
ABSTRAKSI
Koperasi
telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi
ini
masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik
dibandingkan
dengan lembaga lain
Koperasi
akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota
dan
masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam
hal
keanggotaan koperasi. Hal ini secara khusus mengacu pada pemahaman
anggota
dan masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat
yang
dapat diperoleh dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota.
KATA KUNCI: Koperasi, Pengembangan, dan
Perekonomian Rakyat.
PENDAHULUAN
Organisasi
koperasi terdapat hampir disemua Negara industri dan
Negara
berkembang. Pada mulanya organisasi tersebut tumbuh di negara
industri
di Eropa Barat, namun setelah adanya kolonialisme di beberapa
negara
di Asia, Afrika dan Amerika Selatan koperasi juga tumbuh di negaranegara
jajahan.
Banyak negara yang memanfatkan koperasi sebagai suatu alat
untuk
meningkatkan kesejahteraan., bahkan koperasi sebagai salah satu alat
pemerintah
dalam melaksanakan pembangunan. Koperasi modern didirikan
pada
akhir abad ke 18 terutama sebagai jawaban atas masalah-masalah sosial
yang
timbul selama tahap awal Revoluse Industri. Perubahan-perubahan yang
berlangsung
saat itu terutama disebabkan karena perkembangan ekonomi
pasar
dan penciptaan berbagai persyaratan pokok dalam ruang lingkup
dimana
berlangsung proses industrialisasi serta modernisasi perdagangan dan
pertanian
yang cepat. Industri yang mula-mula bercorak padat karya berubah
menjadi
padat modal dan produksi yang mula-mula dilaksanakan berdasarkan
pesanan
berubah menjadi industri yang memproduksi untuk kebutuhan pasar.
Perubahan
ini membawa dampak berbagai kalangan masyarakat..
Dinegara
yang sedang berkembang, peranan pemerintah dalam
pengembangan
koperasi masih diperlukan karena banyak masyarakat yang
H a l a m a n | 41
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 VOL. 1 NO. 1
September-Desember 2012
belum
paham benar tentang koperasi. Banyaknya masyarakat yang belum
paham
tentang koperasi karena tingkat pendidikan mereka masih sangat
rendah
dan informasi yang belum lengkap tentang hakekat kopersi yang
sebenarnya.
Oleh karena itu bantuan pemerintah terhadap koperasi tidak
perlu
menyebabkan koperasi itu terus tergantung pada bantuan tersebut.
Peranan
pemerintah dalam pengembangan kopersai hanya terbatas pada
upaya
membangun koperasi yang mandiri (berswadaya). Pembangunan
kopersai
dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama pemerintah
memegang
peranan utama dalam perintisan organisasi koperasi dan
membantu
organisasi tersebut agar dapat tumbuh dengan kuat. Pada tahap
kedua,
pemerintah mencoba mengurangi bantuannya bila kopersai tersebut
telah
menunjukan kemajuannya dan mempunyai kemampuan untuk
berkembang
kearah kemandirian. Bila kopersai telah mandiri, maka tahap
berikutnya
adalah pemerintah harus benar-benar menghentikan bantuanya
dan
membiarkan organisasi koperasi untuk hidup secara otonom.
Setelah
melalui berbagai kebijaksanaan pengembangan koperasi pada
masa
orde baru yang bias pada dominasi peran perintah, serta kondisi krisis
ekonomi
yang melanda Indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya
peran
koperasi dalam masyarakat Indonesia.bagaimana prospeknya, dan
bagaimana
strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masa yang
akan
datang. Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai
pemikiran
mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka
koperasi
dipandang memiliki arti yang strategis pada masa yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Koperasi (Perbandingan KUD DAN
KOPERASI
KRIDIT/KOPDIT)
Keberadaan
beberapa kopersi telah dirasakan peran dan manfaatnya
bagi
masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda, setidaknya
terdapat
bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat. (PSP. IPB, 1999).
Pertama,
koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu
kegiatan
usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh
masyarakat.
Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan
keuangan
atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran atau kegiatan lain. Pada
tingkatan
ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang
tidak
diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat
melaksanakannya
akibat adanya hambatan peraturan, peran koperasi ini juga
H a l a m a n | 42
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 VOL. 1 NO. 1
September-Desember 2012
terjadi
pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari
bentuk
lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi
Kredit
dalam penyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya
dibandingkan
dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana
dari
bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek
geografis
menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari
lembaga
selain koperasi yang berada diwilayahnya.
Kedua,
koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada
kondisi
ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi
lebih
baik dibandingkan dengan lembaga lain, keterlibatan anggota (atau
bukan
anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasioanal yang
melihat
koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi
yang
telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada tingkat yang lebih
tinggi
dilihat perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa
kegiatan
usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran
yang
memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian
pula
dengan koperasi kredit.
Ketiga,
koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya.
Rasa
memiliki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan
koperasi
mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan
mengandalakan
loyalitas anggota dan kesediaaan angota untuk bersama-sama
koperasi
mengalami kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi
perbankan
menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi,
loyalitas
anggota kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana
yang
ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaiatan
dengan
kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuanya melayani,
organisasi
milik anggota, dan ketidakpastian dari daya tarik bunga bank.
Berdasarkan
ketiga kondisi di atas maka wujud peran yang diharapkan
sebenarnya
adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota
sekaligus
mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan
lembaga
lain.
Sukamdiyo(5:1997),
Namun diantara peran dan manfaat koperasi diatas
ternyata
lebih banyak lagi koperasi terutama KUD yang tidak mendapatkan
apresiasi
dari masyarakat karena berbagai faktor. Faktor utamanya adalah
ketidakmampuan
koperasi menjalankan fungsi sebagaimana yang dijanjikan
serta
banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang
mengecewakan
masyarakat. Kondisi telah menjadi sumber citra buruk
koperasi
secara keseluruhan. Pada masa yang akan datang masyarakat masih
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 VOL. 1 NO. 1
September-Desember 2012
membutuhkan
layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhan tersebut
adalah
dasar pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi seperti
untuk
meningkatkan kekuatan penawaran (bergaining positition).
Peningkatan
sekala usaha bersama pengadaan pelayanan yang selama ini
tidak
ada serta pengembangan kegiatan lanjutan (pengelolaan, pemasaran dan
sebagainya)
dari kegiatan anggota. Alasan lain adalah karena adanya peluang
untuk
mengembangkan potensi usaha tertentu (yang tidak berkaitan dengan
usaha
anggota) atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak
lain
(pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana
bentuk
praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan selama ini.
Namun
alasan lain yang sebenarnya juga sangat potensial sebagai sumber
perkembangan
koperasi, seperti alasan untuk memperjuangkan semangat
kerakyatan
, demokrasi atau alasan sosial politik lain, tampaknya belum
menjadi
faktor yang dominan.
Alasan
kebutuhan awal atas keberadaan koperasi tersebut sangat
dipengaruhi
oleh pola hubungan koperasi dan anggota serta masyarakat yang
didominasi
pola hubungan bisnis. Hal ini sangat terlihat dalam pola
hubungan
koperasi dan anggota di KUD. Akibatnya sering menjadi koperasi
yang
tidak berkoperasi atau dikenal pula sebagai koperasi pengurus dan
kopersi
investor karena koperasi dan anggota menjadi entitas yang berbeda
melakukan
transaksi satu dengan lainya, bahkan tidak jarang saling berbeda
kepentingan,
pengurus dan investor di suatu pihak anggota dipihak lainnya.
Dari
beberapa perkembangan Kopdit terlihat bahwa pola hubungan
koperasi
dan anggota yang sesuai dengan prinsip dasar koperasi memang
membutuhkan
proses. Namun jika kesadaran keanggotaan (yang
membedakan
seorang anggota dengan yang bukan anggota ) telah berhasil
ditumbuhkan
maka kesadaran tersebut akan menjadi dasar motivasi dimana
pola
hubungan bisnis dapat berkesinambungan melalui partisipasi yang
kemudian
berkembang menjadi loyalitas. Pola yang tidak hanya hubungan
bisnis
tersebut kemudian akan menjadi sumber kekuatan koperasi. Hal ini
ditunjukan
oleh beberapa Kopdit dimana jika dalam masa krisis banyak KUD
dan
lembaga usaha lain gulung tikar beberapa Kopdit justru menunjukan
peningkatan
kinerja baik dilihat dari onzet SHU dan jumlah anggota.
B. Faktor Fundamental Eksistensi Dan Peran
Koperasi
Harsono
Subyakto (1990 ) Berdasarkan pengamatan atas bayak
koperasi
serta menggali aspirasi berbagai pihak yang terkait dengan
perkembangan
koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri. Yaitu
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 VOL. 1 NO. 1
September-Desember 2012
anggota
dan pengurus maka dapat disintesakan beberapa faktor fondamental
yang
menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi di masyarakat. Faktorfaktor
berikut
merupakan faktor pembeda antara koperasi yang tetap aksis
dan
berkembang dengan koperasi-koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan
telah
tutup.
1.
Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki
ekonomi
secara mandiri.
Masyarakat
yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri
meningkatkan
kesejahteraannya atau mengembangkan diri secara mandiri
merupakan
prasyarat keberadaan koperasi. Kesadaran ini akan menjadi
motivasi
utama bagi pendirian koperasi dari bawah atau secara bottom up.
Faktor
kuncinya adalah kesadaran kolektif dan kemandirian. Dengan
demikian
masyarakat tersebut harus pula memahami kemampuan yang ada
pada
diri. Faktor eksternal dapat diperlukan sebagai penunjang atau
komplemen
bagi kemampuan sendiri tersebut.
2.
Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independen) dan
otonomi
untuk berorganisasi
Koperasi
pada dasarnya merupakan suatu cita-cita yang diwujudkan dalam
bentuk
prinsip-prinsip dasar. Wujud praktisnya termasuk struktur
organisasinya.
Dengan demikian format organisasi tersebut akan mencari
bentuk
dalam suatu proses perkembangan sedemikian sehingga akhirnya
akan
diperoleh struktur organisasi, termasuk kegiatan yang akan
dilakukannya
yang paling sesuai dengan kebutuhan anggota. Pengalaman
pengembangan
KUD dengan format yang seragam justru telah
menimbulkan
ketergantungan yang tinggi terhadap berbagai faktor
eksternal,
sedangkan KUD yang berhasil bertahan justru adalah KUD
yang
mampu secara kreatif dan sesuai dengan kebutuhan anggota dan
masyarakat
mengembangkan organisasi dan kegiatannya.
3.
Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh pengurus pengembangan
pemahaman
nilai-nilai koperasi.Faktor pembeda koperasi dengan lembaga
usaha
lain adalah bahwa dalam koperasi terdapat nilai-nilai dan prinsip
yang
tidak terdapat atau tidak dikembangkan secara sadar dalam
organisasi
lain. Oleh sebab itu pemahaman atas nilai-nilai koperasi:
keterbukaan,
demokrasi, partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan
dan
kepedulian pada masyarakat; seharusnya merupakan pilar utama
dalam
perkembangan suatu koperasi. Pada gilirannya kemudian nilai dan
prinsip
itulah yang akan menjadi faktor penentu keberhasilan koperasi.
Sehingga
salah satu faktor fundamental bagi keberadaan koperasi ternyata
adalah
jika nilai dan prinsip koperasi tersebut dapat dipahami dan
diwujudkan
dalam kegiatan organisasi. Disadari sepenuhnya bahwa
pemahaman
nila-nilai tersebut tidak dapat terjadi dalam “ semalam “,
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 VOL. 1 NO. 1
September-Desember 2012
tetapi
melalui suatu proses pengembangan yang berkesinambungan,
setahap
demi setahap, terutama dilakukan melalui pendidikan dan
sosialisasi
dengan tetap memberikan tempat bagi perkembangan aspirasi
lokal
yang spesifik menyangkut implementasi bahkan pengayaan
(enrichment) dari nilai-nilai koperasi yang universal tersebut. Dengan
demikia
proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi akan
menjadi
salah satu faktor penentu keberadaan koperasi.
4.
Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan
masyarakat
pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam
hal
keanggotaan koperasi.
Hal
ini secara khusus mengacu pada pemahaman anggota dan masyarakat
akan
perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh
dengan
menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat
kejelasan
atas keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima
anggota
yang tidak dapat diterima oleh non-anggota maka akan terdapat
insetif
untuk menjadi anggota koperasi. Pada gilirannya hal ini kemudian
akan
menumbuhkan kesadaran kolektif dan loyalitas anggota kepada
organisasinya
yang kemudian akan menjadi basis kekuatan koperasi itu
sendiri.
5.
Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :
a.
Luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota.
b.
Berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota.
c.
Berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota.
d.
Biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil
dari
biaya transaksi non-koperasi, dan
e.
Mampu mengembangkan modal yang ada di dalam kegiatan koperasi
dan
anggota sendiri.
Kegiatan
usaha yang dikembangkan koperasi pada prinsipnya adalah
kegiatan
yang berkait dengan kepentingan anggota. Salah satu indikator
utama
keberhasilan kegiatan usaha tersebut adalah jika usaha anggota
berkembang
sejalan dengan perkembangan usaha koperasi. Oleh sebab itu
jenis
usaha koperasi tidak dapat diseragamkan untuk setiap koperasi,
sebagaimana
tidak dapat diseragamkannya pandangan mengenai kondisi
masyarakat
yang menjadi anggota koperasi.
Biaya
transaksi yang ditimbulkan apabila anggota menggunakan koperasi
dalam
melakukan kegiatan usahanya juga perlu lebih kecil jika
dibandingkan
tanpa koperasi. Hal ini akan menjadi penentu apakah
keberadaan
koperasi dan keanggotaan koperasi memang memberikan
manfaat
bisnis. Jika biaya transaksi tersebut memang dapat menjadi
insentif
bagi keanggotaan koperasi maka produktivitas modal koperasi
akan
lebih besar dibandingkan dengan lembaga lain. Langkah selanjutnya
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 VOL. 1 NO. 1
September-Desember 2012
yang
perlu dikembangkan oleh suatu koperasi adalah agar hasil
produktivitas
tersebut dapat dipertahankan dalam sistem koperasi.
Pengalaman
sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan
lemahnya lembaga koperasi adalah karena nilai lebih dari
perputaran
modal dalam “ sistem “ koperasi ternyata lebih banyak diterima
oleh
lembaga-lembaga di luar koperasi dan anggotanya. Hal ini memang
merupakan
salah satu catatan penting yang harus diperhatikan sebagai
akibat
dari sistem perbankan yang sentralistik seperti yang dianut saat ini.
Jika
koperasi memang telah menyadari pentingnya keterkaitan usaha
antara
usaha koperasi itu sendiri dengan usaha anggotanya, maka salah
satu
strategi dasar yang harus dikembangkan oleh koperasi adalah untuk
mengembangkan
kegiatan usaha anggota dan koperasi dalam satu
kesatuan
pengelolaan. Hal ini akan berimplikasi pada berbagai indikator
keberhasilan
usaha koperasi, dimana faktor keberhasilan usaha anggota
harus
menjadi salah satu indikator utama.
6.
Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor
tersebut
dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.
Jika
dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka
dapat
dihipotesiskan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan
sekaligus
juga berperan dan bermanfaat bagi masyrakat yang tengah
berkembang
dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui
hubungan
emosional primer ke arah masyarkat yang lebih heterogen dan
terlibat
dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan
hidupnya,
atau yang juga dikenal dengan komunitas ’bazar-ekonomi’.
Artinya
koperasi tidak diharapkan dapat berkembang pada mayarakat yang
masih
sangat tradisional, subsistem, dan relatif ’tertutup’ dari dinamika
sistem
pasar; atau juga pada komunitas yang telah menjadi sangat
individualis,
dan berorientasi kapital. Dengan perkataan lain, koperasi tidak
diharapkan
dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas.
Ima
Suwandi (2007), Sebagai bagian dari identifikasi berbagai faktor
fundamental
tersebut maka perlu perlu disadari bahwa pemenuhan faktorfaktor
tersebut
memang dapat bersifat trade-off dengan pertimbangan kinerja
jangka
pendek suatu organisasi konvensional. Proses yang dilakukan dalam
pengembangan
koperasi memang membutuhkan waktu yang lebih lama
dengan
berbagai faktor nonbisnis yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian
pemenuhan
berbagai faktor fondamental tersebut dapat menyebabkan
indikator
kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus
dikorbankan
demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar
dalam
jangka panjang.
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 VOL. 1 NO. 1
September-Desember 2012
C. Mengembangkan Koperasi Di Indonesia Mulai
Dari Apa Yang Sudah
Ada
Drucker,
Peter F. (1988), Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang
sangat
diwarnai oleh peranan dunia usah, maka mau tidak mau peran dan
juga
kedudukan koperasi dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh
peranannya
dalam kegiatan usaha (bisnis) bahkan peran kegiatan usaha
koperasi
tersebut kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran
koperasi
sebagai lembaga sosial. Isyu strategi pengembangan usaha koperasi
dapat
dipertajam untuk beberapa hal berikut:
1.
Mengembangkan koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya telah
menunjukan
kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi
pelaku
utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya GKBI yang telah
menjadi
terbesar untuk usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar
untuk
usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah menjadi
terbesar
di Kecamatan wilayah kerjanya masing-masing, Puskopdit Jabar
yang
menjadi terbesar hampir di seluruh wilayah Jabar memiliki Kopdit
Primer
union, termasuk Kopdit Primer union Klangenan Kab Cirebon
(memiliki
prodak, Tabungan hari tua/tahatu, tabungan pendidikan/simdik,x
Tabungan
hari raya/siraya Tabungan serbaguna/simbana). Pada koperasikoperasi
tersebut
tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan
usahanya
dengan tetap mempertahankan prinsi-prinsip perkoperasian
Indonesia.
Pada prakteknya banyak koperasi yang setelah berkembangt
justru
kehilangan jiwa koperasinya. Dominasi pengurus dalam
melaksanakan
kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT.
(Perseroan
terbatas) merupakan indikasi kekurangan kemapuan koperasi
mengembangkan
usaha dengan tetap mempertahankan prinsip koperasi.
Jika
diantisipasi kondisi ini pada gilirannya akan menghamburkan tujuan
pengembangan
koperasi itu sendiri.
2.
Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.
Hal
yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan bank. Sifat
badan
usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata banyak tidak
berkesesuaian
(compatible) dengan berbagai ketentuan Bank. Sehingga
akhirnya
terpaksa dibuat kompromi dengan menjadikan individu (anggota
atau
pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh kridit KKPA). Hal
yang
sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan kontrak usaha
dengan
lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan aspek
hukum
koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha perorangan.
Disamping
itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi
dalam
berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan
usaha
selain undang-undang tentang koperasi sendiri. Hal ini terlihat
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 VOL. 1 NO. 1
September-Desember 2012
misalnya
dalam peraturan perundang-undangan tentang perbankan,
perpajakan
dan sebagainya.
3.
Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk
berkembang.
Koperasi
(KUD) sayur dipengalengan kebingungan pada saat ada
permintaan
untuk melakukan ekspor tomat ke singapura bagaimana
mekanisme
pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat dan
sebagainya.
Koperasi tersebut juga tidak tahu atau memang tidak ada,
dimana
atau kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi
oleh
sebuah koperasi di Yogyakarta yang kebingungan mencari informasi
mengenai
teknologi pengemasan bagi produk makanan olahan.
Permasalahan
teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh
koperasi
dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan
mengantisipasi
permasalahan tersebut.
4.
Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau
mengatasi
masalah usaha dengan membentuk koperasi.
Beberapa
pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan sekitarnya tengah
menghadapi
kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya dimonopoli
oleh
pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus bersaing
dengan
pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku tersebut.
Mereka
ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang sudah
ditentukan
oleh pemerintah. Hal yang sama juga dihadapi oleh pengusaha
kecil
besi cor di Bandung untuk mendapatkan bahan baku inti besinya atau
untuk
menghadapi pembeli (industri besar) yang sering mempermainkan
persyaratan
presisi produk yang dihasilakan. Contoh-contoh di atas
memberi
gambaran bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk
koperasi
cukup besar, asalkan memang mampu mengakomodasi keinginan
dan
kebutuhan para pengusaha tersebut. Kasus serupa cukup banyak
terjadi
pada berbagai bidang usaha lain di berbagai tempat.
5.
Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.
Konsentrasi
pembangunan usaha koperasi selama ini banyak ditujukan
bagi
koperasi sebagai suatu perusahaan (badan usaha). Tantangan untuk
membangun
perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi
kiranya
dapat dilakukan dengan pengembangan jaringan kerja sama dan
keterkaitan
usaha antar koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak
dapat
dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan kerja sama dan
keterkaitan
usaha antar koperasi bukan hanya keterkaitan organisasi,
potensial
untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antar primer
dan
sekunder. Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain,
koperasi
telah kembali berkembang salah satu kunci keberhasilan
spesialisasi
kegiatan usaha koperasi dan kerja sama antar koperasi.
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 VOL. 1 NO. 1
September-Desember 2012
Mengenai
hubungan koperasi primer dan sekunder di Indonesia, saat ini
banyak
yang bersifat artifial karena antara primer dan sekunder
mengambangkan
bisnis yang tidak berkaitan bahkan tidak jarang justru
saling
bersaing.
6.
Peningkatan koperasi pada umumnya.
Kemapuan
usaha koperasi permodalan, pemasaran, dan manajemen,
umumnya
masih lemah. Telah banyak cukup usaha yang dilakukan
pemerintah
untuk mengatai hal tersebut, namun masih sering bersifat
parsial,
tidak kontinyu bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan.
Pendampingan
dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk
mengembangkan
kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih
tepat
dan dibutuhkan.
7.
Peningkatan citra koperasi.
Pengembangan
kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra
koperasi
di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum atau
sudah
tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki
kesan
yang tidak selalu positip terhadap koperasi. Koperasi banyak
diasosiasikan
dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidak jelasan
tidak
profesional. Bahkan citra koperasi yang kurang dapat mempengaruhi
pandangan
mereka yang terlibat di koperasi, sehingga menggantungkan
diri
dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah
justru
di pandang sebagai hal yang wajar bahkan sebagai sesuatu yang
sudah
seharusnya demikian. Memperbaiki citra koperasi secara umum
merupakan
salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.
8.
Penyaluran Aspirasi koperasi.
Para
pengusaha pada umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk dapat
menyalurkan
dan menyampaikan aspirasi usahanya bahkan juga sekaligus
sebagai
wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan
keunggulan
posisi dalam berbagai kebijakan pemerintah. Assosiasi
tersebut
juga dapat digunakan melakukan negosiasi usaha, wahana
pengembangan
kemampuan bahkan mengembangkan hubungan
internasional.
Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi
menjadi
wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatip terbatas.
Hubungan
keorganisasian vertikal (primer-sekunder ; unit-pusatgabungan-
induk
koperasi) tampaknya belum dapat menampung berbagai
keluhan
atau keinginan anggota koperasi atau koperasi itu sendiri.
Kelembagaan
yang diadakan pemerintah untuk melayani koperasi juga
acap
kali tidak tepat sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi, karena
sebagian
aspirasi tersebut justru berhubungan dengan kepentingan
pemerintah
itu sendiri. Demikian pula dengan kelembagaan gerakan
koperasi
yang sekian lama kurang terdengar kiprahnya. Pada hal dilihat
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 VOL. 1 NO. 1
September-Desember 2012
dari
jumlah dan kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota
koperasi
dan koperasi kiranya perlu diperhatikan berbagai
kepentingannya.
PENUTUP
Beberapa
pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan
setidaknya
dua prasyarat.
1.
Pendekatan pengembangan yang harus dilakukan adalah pendekatan
pengembangan
kelembagaan secara partisipatif dan menghindari
pengembangan
yang berdasarkan pada kepatuhan atas arahan dari lembaga
lain,
masyarakat perlu ditumbuhkan kesadarannya untuk mampu
mengambil
keputusan sendiri demi kepentingan sendiri. Dalam hal ini
proses
pendidikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi menjadi faktor
kunci
yang sangat menentukan.
2.
Diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan aspirasi terhadap
keragaman
lokal yang disertai oleh berbagai dukungan tidak langsung
tetapi
jelas memiliki semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi
rakyat.
Dengan demikian strategi pengembangan yang perlu
dikembangkan
adalah strategi yang partisipatif. Hal ini akan
membutuhkan
pendekatan yang mendasar di bandingkan dengan strategi
yang
selama ini diterapkan. Rekonseptualisasi sekal;igus revitalisasi peran
pemerintah
akan menjadi faktor yang paling menentukan dalam
perspektiktif
pengembangan partisipatif.
DAFTAR PUSTAKA
Arfinal
Chaniago.1987, Perkoperasian
Indonesia, Bandung Penerbit Aksara
Djabarudin
D,dan Bayu Krisnamurthi,2000 Koperasi Pertanian,
LSP21
Bogor
Drucker,
Peter F.1988, Inovasi dan
Kewiraswastaan Praktek dan Dasardasar,
Jakarta,
Penerbit Erlangga
Harsono
Subyakto dan Bambang Tri Cahyono.1990, Ekonomi Koperasi II,
Jakarta
Penerbit Kurnika
Ima
Suwandi.2007, Koperasi Organisasi
Ekonomi yang berwatak Sosial.
Jakarta,
Penerbit Bharata Karya Aksara
Kartosapoetra
G,1987. Koperasi Indonesia
Yang Berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945,Jakarta,
PT Bina Aksara
Muenkner,
Hans, 1989. Pengantar Hukum
Koperasi Dengan Acuan Khusus
Mengenai Perundang-Undangan Koperasi Di
Indonesia
Bandung,
Universitas Padjadjaran
Sukamdiyo.
1997, Manajemen Koperasi, Semarang, Penerbit Erlangga.
cdc.untagcirebon.ac.id/download.php?f=Heriyono%20Koperasi.pdf
--------------,Seminar Pendalaman
Ekonomi Rakyat,
Jakarta 21 Mei 2002
Komentar
Posting Komentar